![]() |
Foto: Bersama CEO Iqrocloth sekaligus penulis mas M. Iqbal Almaududi dalam buka bersama KB PII. |
LANJUTAN.....
Guna menyikapi keadaan tersebut diatas, dalam rangka
mendinamisir dan mengembalikan fungsi masjid serta menjadikan masjid sebagai
benteng pertahanan umat. Ada beberapa
langkah yang perlu dilakukan, hal tersebut adalah:
1. Terpetakannya
anatomi persoalan secara jelas dan gamblang, Terutama hal-hal yang menjadi sebab
dari persoalan tersebut. Dari sini bisa disiapkan antitesanya, baik berupa
Konsepsi maupun operasi.
2. Membuat
masjid-masjid percontohan, sebagai media reparasi menuju keberadaan masjid yang
ideal, baik secara kualitatif, kuantitatif maupun ketersebarannya.
3. Melakukan
Pendidikan dan Latihan, yang berkait langsung maupun tidak langsung dalam
urusan kemasjidan.
4. Pengadaan dana
abadi masjid dan
5. Pengorganisasian
masjid, dan pengorganisasian organisasi Kemasjidan, baik secara struktural,
cultural maupun situasional.
AUTO KRITIK MASJID KITA
Sejak
proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia pada hari Jum’at 9 Ramadhan 1369 H jam
10.00 pagi, yang lebih populer dengan tanggal 17 Agustus 1945 hingga sekarang,
secara kuantitatif umat Islam tetap masih berada sebagai komunitas yang
mayoritas. Dengan kondisi itu keberadaan masjid menjadi suatu kebutuhan yang
berkembang secara korelatif dengan banyaknya kaum muslimin secara nasional.
Secara jumlah, masjid yang ada relatif masih sangat sedikit jika dilihat dari
rasio kaum muslimin yang ada.
Tapi
kalau tinjauan kita arahkan pada parameter; relevansi fungsi, kualitas
manajemen, daya edukasi dan dakwah, serta fungsi ideal masjid dalam ajaran
Islam maka perlu ada keberanian dan kesiapan mental untuk melakukan reformasi, reposisi dan refungsi bahkan bila dipandang perlu
kita melakukan revolusi, sehingga masjid
kembali memerankan dirinya sebagai tempat dimana segala persoalan umat bisa
dibicarakan dan dicarikan jalan keluarnya, sehingga pada langkah selanjutnya
bisa ditindaklanjuti oleh semua pihak yang secara keseluruhan mengarahkan umat
ini menjadi umat yang khairu ummah.
Pertama, motivasi
pendirian, mencari masjid yang didirikan karena alasan ketaqwaan dalam artian
yang qur’ani yang selanjutnya diarahkan untuk penegakan syari’at Islam. Pada
masa sekarang relatif sulit, hal ini disebabkan karena Masjid-masjid yang ada
lebih banyak didirikan oleh alasan yang bukan selain ketaqwaan.
Kedua, Kontruksi
dan Posisi, pembangunan masjid yang banyak dilakukan selama ini relatif kurang
bahkan tidak memperhatikan hal-hal yang berkenaan dengan tata letak, tata
ruang, kontruksi bangunan serta posisi masjid dalam dinamika masyarakat. Hal
ini terbukti banyak masjid yang pada tahapan tertentu harus digusur, sementara
itu dari kontruksi pisik, pada kebanyakan masjid kurang menyediakan fasilitas
untuk kaum wanita dan para musafir. Belum kalau kita tinjau dari formasi pisik
untuk ragam aktifitas yang dilakukan didalam atau disekitar masjid.
Ketiga, Fungsi dan
Peruntukan, masjid yang sudah ada secara umum hanya digunakan untuk sholat dan
majlis ta’lim saja, selajutnya bisa dibilang atau malah bisa dikatakan tidak
ada sama sekali. Padahal pemanfaatan masjid pada fungsi-fungsi lain sangat
dimungkinkan bahkan dibenarkan oleh ajaran Islam baik secara dalil maupun
praktek pada zaman-zaman keemasan Islam.
Keempat, Manajemen
Pengelolaan, hal yang menjadi konsentrasi dalam pengelolaan dibanyak masjid
pada kenyataannya hanya bertumpu pada pengembangan bangunan secara pisik dan
peersoalan yang berkenaan dengan keuangan saja. Padahal, masih banyak yang bisa
dikelola, misalnya pengembangan SDM umat, hubungan antar-interkonektif antara masjid dengan jama’ah secara umum,
masjid dan masyarakat sekitar masjid secara khusus.
Kelima, Sekitar
aktifitas dan program ,sangat
disayangkan program-program dan aktifitas dikebanyakan masjid sangat minim dan
miskin daya kreatifitasnya. Bisa dikatakan masjid lebih banyak nganggurnya dari
pada difungsikan atau diisi oleh kegiatan-kegiatan keumatan yang bernuansa
pendidikan, dakwah, pelatihan dan pengembangan potensi umat secara umum.
Keenam, Jaringan
dan Pengorganisasian, lebih dari 60 tahun kita merdeka untuk sekedar masjid
saja, sampai hari ini belum ada manajemen jaringan antar masjid atau organisasi
kemasjidan yang bisa disebut sebagai organisasi yang menjadi representasi dari
kekuatan jaringan masjid. Hal ini terjadi karena motivasi pendiriannya dan ketekunan pengelolaannya tidak diarahkan pada
kekuatan jaringan masjid-masjid tersebut.
Ketujuh, Perbedaan aliran pemikiran, untuk yang
berkenaan dengan ini sikap yang sering dimunculkan adalah, tidak boleh dibahas,
tidak boleh dibicarakan. Secara tidak langsung hal ini menjadi sebab dari
mandegnya dinamika aktifitas, dari sekedar saling memaklumi sampai yang paling
ekstrim membuat masjid baru hanya karena tidak cocok dengan pandangan keagamaan
yang diyakini. Ini adalah sebuah realitas. Yang penyebabnya adalah sempitnya
wawasan keagamaan yang dimiliki.
Kedelapan, Ketidak
sadaran situasi, sebagai pusat aktifitas atau bisa disebut jantung kegiatan
umat, masjid telah menjadi suatu fenomena yang disadari oleh banyak pihak
sebagai nyawa kekuatan umat Islam. Pada kenyataannya masjid dikebanyakan negeri
Islam telah di “gerejakan” atau di “sangkar emaskan”
untuk yang dianggap membangkang masjid-masjid tersebut akan di “haramkan”. Situasi ini harus bisa diatasi oleh para
penggiat gerakan Islam yang berbasis di masjid. Sehingga fungsi masjid bisa
diperankan secara maksimal.
Kesembilan,
Mengembalikan posisi dan fungsi, semangat ini sering hanya ditataran ide dan
forum-forum resmi. Hampir selalu selanjutnya adalah kembali kepada warna
aslinya.
Artinya semangat untuk mengembalikan fungsi masjid
yang mulai didengungkan sekitar tahun 1970-an, hingga trahun 2000-an ini belum
menunjukkan perubahan yang berarti. Sebabnya dimulai dari perencanaan
pembangunan, ketersediaan SDM yang cinta masjid, kemampuan mengimbangi zaman,
dan variable lain yang membuat citra, posisi dan fungsi masjid sebagaimana yang
kita rasakan hari ini.
Kesepuluh, Fenomena
Aliran Sesat, Hal ini merupakan suatu
yang sensitif, tetapi sebagai suatu kenyataan yang benar adanya. Hal ini harus
disikapi, sebagaimana Rasulullah mengajarkan kita bagaimana menyikapinya.
Disinilah peran para ulama dan umara yang berkhidmad pada kepentingan Islam
sangat diperlukan. Yang perlu disadari bahwa keberadaan aliran sesat ini
merupakan tantangan disatu sisi dan merupakan suatu kesengajaan dari
pihak-pihak yang berkepentingan disisi lainnya.
Untuk sampai pada keakuratan, yang lebih memadai
dipandang perlu diadakan peneilitian yang terencana dan terukur sekitar
optimalisasi bahkan maksimalisasi peran masjid dalam pemberdayaan potensi umat
semakin bisa dirancang. Paling tidak pemaparan diatas bisa dianggap sebagai
asumsi awal tentang beberapa kelemahan masjid dan hal-hal yang bisa kita
lakukan guna meminimalisir faktor-faktor penghambat untuk terwujudnya
masyarakat Islam yang berbasis di masjid.
Bisa
dimulai dari masjid-masjid yang kebetulan pengurusnya adalah komunitas yang
sadar akan kepentingan ini sehingga dijadikan masjid percontohan, kemudian
masing-masing masjid tersebut mulai menjalin kerja-kerja yang memberi
keteladanan pada masjid-masjid yang belum tersentuh oleh pemikiran terhadap
gerakan Back to Masjid.
BERSAMBUNG...Ke Bagian ke-3...
http://alfiantanjungtm.blogspot.co.id/2015/11/masjid-benteng-pertahanan-umat-bagian-3.html
_________________
http://alfiantanjungtm.blogspot.co.id/2015/11/masjid-benteng-pertahanan-umat-bagian-3.html
_________________
FanPage Facebook: Alfian Tanjung (https://www.facebook.com/alfiantanjungtm)
Instagram: Iqrodaily dan alfiantanjungg
Email: mljtarunamuslim@gmail.com
Twitter: @alfiantmf
No comments:
Post a Comment