Thursday, 19 November 2015

MASJID BENTENG PERTAHANAN UMAT (Bagian 2)

Oleh: Ust. Drs. Alfian Tanjung 

Foto: Bersama CEO Iqrocloth sekaligus penulis mas M. Iqbal Almaududi dalam buka bersama KB PII.


LANJUTAN.....

Guna menyikapi keadaan tersebut diatas, dalam rangka mendinamisir dan mengembalikan fungsi masjid serta menjadikan masjid sebagai benteng pertahanan umat. Ada  beberapa langkah yang perlu dilakukan, hal tersebut adalah:

1. Terpetakannya anatomi persoalan secara jelas dan gamblang, Terutama hal-hal yang menjadi sebab dari persoalan tersebut. Dari sini bisa disiapkan antitesanya, baik berupa Konsepsi maupun operasi.
2. Membuat masjid-masjid percontohan, sebagai media reparasi menuju keberadaan masjid yang ideal, baik secara kualitatif, kuantitatif maupun ketersebarannya.
3. Melakukan Pendidikan dan Latihan, yang berkait langsung maupun tidak langsung dalam urusan kemasjidan.
4. Pengadaan dana abadi masjid dan
5. Pengorganisasian masjid, dan pengorganisasian organisasi Kemasjidan, baik secara struktural, cultural maupun situasional.

AUTO KRITIK MASJID KITA

Sejak proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia pada hari Jum’at 9 Ramadhan 1369 H jam 10.00 pagi, yang lebih populer dengan tanggal 17 Agustus 1945 hingga sekarang, secara kuantitatif umat Islam tetap masih berada sebagai komunitas yang mayoritas. Dengan kondisi itu keberadaan masjid menjadi suatu kebutuhan yang berkembang secara korelatif dengan banyaknya kaum muslimin secara nasional. Secara jumlah, masjid yang ada relatif masih sangat sedikit jika dilihat dari rasio kaum muslimin yang ada.  

Tapi kalau tinjauan kita arahkan pada parameter; relevansi fungsi, kualitas manajemen, daya edukasi dan dakwah, serta fungsi ideal masjid dalam ajaran Islam maka perlu ada keberanian dan kesiapan mental untuk melakukan reformasi, reposisi dan refungsi bahkan bila dipandang perlu kita melakukan revolusi, sehingga masjid kembali memerankan dirinya sebagai tempat dimana segala persoalan umat bisa dibicarakan dan dicarikan jalan keluarnya, sehingga pada langkah selanjutnya bisa ditindaklanjuti oleh semua pihak yang secara keseluruhan mengarahkan umat ini menjadi umat yang khairu ummah.

Pertama, motivasi pendirian, mencari masjid yang didirikan karena alasan ketaqwaan dalam artian yang qur’ani yang selanjutnya diarahkan untuk penegakan syari’at Islam. Pada masa sekarang relatif sulit, hal ini disebabkan karena Masjid-masjid yang ada lebih banyak didirikan oleh alasan yang bukan selain ketaqwaan.

Kedua, Kontruksi dan Posisi, pembangunan masjid yang banyak dilakukan selama ini relatif kurang bahkan tidak memperhatikan hal-hal yang berkenaan dengan tata letak, tata ruang, kontruksi bangunan serta posisi masjid dalam dinamika masyarakat. Hal ini terbukti banyak masjid yang pada tahapan tertentu harus digusur, sementara itu dari kontruksi pisik, pada kebanyakan masjid kurang menyediakan fasilitas untuk kaum wanita dan para musafir. Belum kalau kita tinjau dari formasi pisik untuk ragam aktifitas yang dilakukan didalam atau disekitar masjid.

Ketiga, Fungsi dan Peruntukan, masjid yang sudah ada secara umum hanya digunakan untuk sholat dan majlis ta’lim saja, selajutnya bisa dibilang atau malah bisa dikatakan tidak ada sama sekali. Padahal pemanfaatan masjid pada fungsi-fungsi lain sangat dimungkinkan bahkan dibenarkan oleh ajaran Islam baik secara dalil maupun praktek pada zaman-zaman keemasan Islam.

Keempat, Manajemen Pengelolaan, hal yang menjadi konsentrasi dalam pengelolaan dibanyak masjid pada kenyataannya hanya bertumpu pada pengembangan bangunan secara pisik dan peersoalan yang berkenaan dengan keuangan saja. Padahal, masih banyak yang bisa dikelola, misalnya pengembangan SDM umat, hubungan antar-interkonektif  antara masjid dengan jama’ah secara umum, masjid dan masyarakat sekitar masjid secara khusus.

Kelima, Sekitar aktifitas dan program ,sangat disayangkan program-program dan aktifitas dikebanyakan masjid sangat minim dan miskin daya kreatifitasnya. Bisa dikatakan masjid lebih banyak nganggurnya dari pada difungsikan atau diisi oleh kegiatan-kegiatan keumatan yang bernuansa pendidikan, dakwah, pelatihan dan pengembangan potensi umat secara umum.

Keenam, Jaringan dan Pengorganisasian, lebih dari 60 tahun kita merdeka untuk sekedar masjid saja, sampai hari ini belum ada manajemen jaringan antar masjid atau organisasi kemasjidan yang bisa disebut sebagai organisasi yang menjadi representasi dari kekuatan jaringan masjid. Hal ini terjadi karena motivasi pendiriannya dan  ketekunan pengelolaannya tidak diarahkan pada kekuatan jaringan masjid-masjid tersebut.

Ketujuh, Perbedaan aliran pemikiran, untuk yang berkenaan dengan ini sikap yang sering dimunculkan adalah, tidak boleh dibahas, tidak boleh dibicarakan. Secara tidak langsung hal ini menjadi sebab dari mandegnya dinamika aktifitas, dari sekedar saling memaklumi sampai yang paling ekstrim membuat masjid baru hanya karena tidak cocok dengan pandangan keagamaan yang diyakini. Ini adalah sebuah realitas. Yang penyebabnya adalah sempitnya wawasan keagamaan yang dimiliki.

Kedelapan, Ketidak sadaran situasi, sebagai pusat aktifitas atau bisa disebut jantung kegiatan umat, masjid telah menjadi suatu fenomena yang disadari oleh banyak pihak sebagai nyawa kekuatan umat Islam. Pada kenyataannya masjid dikebanyakan negeri Islam telah di “gerejakan” atau di “sangkar emaskan” untuk yang dianggap membangkang masjid-masjid tersebut akan di “haramkan”.  Situasi ini harus bisa diatasi oleh para penggiat gerakan Islam yang berbasis di masjid. Sehingga fungsi masjid bisa diperankan secara maksimal.

Kesembilan, Mengembalikan posisi dan fungsi, semangat ini sering hanya ditataran ide dan forum-forum resmi. Hampir selalu selanjutnya adalah kembali kepada warna aslinya.
Artinya semangat untuk mengembalikan fungsi masjid yang mulai didengungkan sekitar tahun 1970-an, hingga trahun 2000-an ini belum menunjukkan perubahan yang berarti. Sebabnya dimulai dari perencanaan pembangunan, ketersediaan SDM yang cinta masjid, kemampuan mengimbangi zaman, dan variable lain yang membuat citra, posisi dan fungsi masjid sebagaimana yang kita rasakan hari ini.

Kesepuluh, Fenomena Aliran  Sesat, Hal ini merupakan suatu yang sensitif, tetapi sebagai suatu kenyataan yang benar adanya. Hal ini harus disikapi, sebagaimana Rasulullah mengajarkan kita bagaimana menyikapinya. Disinilah peran para ulama dan umara yang berkhidmad pada kepentingan Islam sangat diperlukan. Yang perlu disadari bahwa keberadaan aliran sesat ini merupakan tantangan disatu sisi dan merupakan suatu kesengajaan dari pihak-pihak yang berkepentingan disisi lainnya.

Untuk sampai pada keakuratan, yang lebih memadai dipandang perlu diadakan peneilitian yang terencana dan terukur sekitar optimalisasi bahkan maksimalisasi peran masjid dalam pemberdayaan potensi umat semakin bisa dirancang. Paling tidak pemaparan diatas bisa dianggap sebagai asumsi awal tentang beberapa kelemahan masjid dan hal-hal yang bisa kita lakukan guna meminimalisir faktor-faktor penghambat untuk terwujudnya masyarakat Islam yang berbasis  di masjid.

Bisa dimulai dari masjid-masjid yang kebetulan pengurusnya adalah komunitas yang sadar akan kepentingan ini sehingga dijadikan masjid percontohan, kemudian masing-masing masjid tersebut mulai menjalin kerja-kerja yang memberi keteladanan pada masjid-masjid yang belum tersentuh oleh pemikiran terhadap gerakan Back to Masjid.

BERSAMBUNG...Ke Bagian ke-3...
http://alfiantanjungtm.blogspot.co.id/2015/11/masjid-benteng-pertahanan-umat-bagian-3.html
_________________
FanPage Facebook: Alfian Tanjung (https://www.facebook.com/alfiantanjungtm)
Instagram: Iqrodaily dan alfiantanjungg
Email: mljtarunamuslim@gmail.com
Twitter: @alfiantmf

No comments:

Post a Comment